Suryamedia.id – Tepat pada hari Senin, tanggal 20 November 2023, Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa resmi Konferensi Umum (general conference) UNESCO. UNESCO sendiri merupakan organisasi Internasional yang bergerak pada bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Keputusan tersebut ditetapkan di Markas Besar UNESCO Paris, Prancis.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Prancis-Andorra-Monako, Mohamad Oemar mengatakan bahwa bahasa Indonesia menjadi salah satu kekuatan yang menyatukan bangsa sejak sebelum kemerdekaan. Bahasa ini juga ditetapkan sebagai bahasa Nasional sejak Sumpah Pemuda tahun 1928.
“Bahasa Indonesia telah menjadi kekuatan penyatu bangsa sejak masa pra-kemerdekaan, khususnya melalui Sumpah Pemuda di tahun 1928, sehingga mampu menghubungkan etnis yang beragam di Indonesia,” katanya, dilansir dari Antara.
Momen ini sekaligus menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ke-10 yang diakui lewat Koferensi Umum UNESCO. Sementara itu, bahasa lainnya meliputi bahasa Inggris, Arab, Mandarin, Prancis, Spanyol, Rusia, Hindi, Italia, dan Portugis.
Sejarah Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia sebenarnya berasal dari bahasa Melayu yang merupakan lingua franca atau bahasa perhubungan Nusantara. Bahasa ini telah digunakan oleh negara-negara di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7.
Bahasa Melayu pada saat itu juga digunakan sebagai bahasa perdagangan oleh pedagang dari luar Nusantara. Bahasa Melayu juga diterima hingga menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam.
Di era pemerintah kolonial Hindia Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu bisa dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi. Ini karena penguasaan bahasa Belanda para pribumi dinilai lemah.
Dengan ini, sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam pembakuan bahasa. Penggunaan bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Kemudian, pada awal abad 20, bahasa Melayu mulai terpecah. Indonesia yang saat itu masih sebagai Hindia Belanda mengadopsi ejaan Van Ophuijsen sejak tahun 1901, sementara pada 1904 Persekutuan Tanah Melayu (bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.
Ejaan Van Ophuijsen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu yang dimulai pada tahun 1896 van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Makmoer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Pemerintah juga turut mengintervensi perkembangan bahasa ini, salah satunya dibentuk Commissie voor de Volkslectuur atau Komisi Bacaan Rakyat pada 1908. Saat ini, lembaga ini menjadi Balai Pustaka.
Pada 1910, D.A. Rinkes melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Program ini juga menjadi cikal-bakal terbentuknya badan penerbitan, termasuk novel-novel seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
Lahirnya bahasa Indonesia
Penggantian nama dari bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia mengikuti usulan dari Mohammad Tabrani pada Kongres Pemuda I. Ia beranggapan bahwa jika tumpah darah dan bangsa tersebut dinamakan Indonesia, bahasanya pun harus disebut bahasa Indonesia.
Semenjak itu kemudian M. Tabrani mengusulkan bahasa Melayu diganti dengan istilah bahasa Indonesia dan disetujui bersama pada 2 Mei 1926
Pada 16 Juni 1927, Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Ini merupakan momen pertama seseorang berpidato dalam bahasa Indonesia dalam sidang Volksraad.
Kemudian, kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 menyatakan bahwa bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan bagi bangsa Indonesia.
Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi dan digunakan sejak ditetapkan pasal 36 UUD 1945 pada 18 Agustus 1945. Hal ini ditandai dengan pembacaan teks proklamasi yang menjadi fase awal bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara.
Kemudian, bahasa Indonesia juga berkembang sebagai bahasa internasional. Hal ini dimulai pada Kongres Internasional IX Bahasa Indonesia yang diadakan di Jakarta pada 28 Oktober sampai 1 November 2018.
Hal ini juga didukung pada UU Nomor 24 Tahun 2009 pasal 44 ayat 1 yang menyatakan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional. (*)