Ramai Istilah Fatherless di Media Sosial, Apa Itu?

Suryamedia.id – Akhir-akhir ini, banyak netizen yang menggunakan istilah ‘fatherless’ dalam obrolan di media sosial. Bahkan, Indonesia disebut sebagai salah satu negara fatherless oleh warganet. Lantas, sebenarnya apa yang dimaksud dengan fatherless dan negara fatherless tersebut?

Simak penjelasan berikut ini!

Apa itu fatherless?

Dilansir dari Urban Dictionary, istilah fatherless mengacu pada gejala yang dikenal sebagai ‘daddy issue’. Mereka yang mengalami kondisi tersebut biasanya dikategorikan berperilaku memberontak dan tak lazim, mencerminkan pola pikir karena kurangnya pengaruh dan kontrol orang tua (terutama ayah).

Absennya sosok ayah dalam tumbuh kembang anak biasanya dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari perceraian, perpisahan, kematian, hingga kurangnya perhatian ayah sehingga secata emosional ia tak hadir untuk anak-anaknya

Seseorang yang mengalami daddy issues sering kali lebih banyak perempuan daripada laki-laki. Ketidakhadiran peran ayah untuk anak-anaknya dapat berdampak yang signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan anak, mulai dari sisi psikologis, emosional, hingga kehidupan sosial mereka saat dewasa nanti.

Baca Juga :   Apa Arti Skibidi yang Viral di Media Sosial?

Benarkah Indonesia sebagai ‘negara fatherless‘?

United Nations Children’s Fund (UNICEF) pada 2021 lalu mencatatkan Indonesia sebagai golongan negara dengan tingkat fatherless yang cukup tinggi, yakni sebanyak 9 persen. Berdasarkan survei, banyak anak kehilangan sosok ayah karena kematian, serta tak tinggal serumah dengan ayahnya.

Disebut, ketidakhadiran ayah di sekeliling saat masa pertumbuhan membuat anak tidak dekat dengan ayah mereka. Hal ini membuat kurangnya ikatan, serta anak kehilangan peran penting sosok ayah di awal masa hidupnya. Padahal, sosok ayah sangat penting dalam pertumbuhan anak.

Anak yang hidup fatherless berisiko mengalami berbagai perilaku yang berkaitan dengan emosionalnya, seperti sikap agresif, kenakalan, hingga penggunaan zat-zat terlarang. Selain itu, mereka juga berisiko depresi, cemas, hingga memiliki masalah harga diri rendah. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *