Suryamedia.id – Kemenkes RI minta masyarakat waspada munculnya bakteri yang kebal antibiotik akibat pernggunaan antibiotik yang tidak sesuai ketentuan. Fenomena ini dikenal dengan istilah resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR).
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, dr. Azhar Jaya. Ia mengungkapkan, kejadian resistensi antimikroba dilaporkan oleh rumah sakit sentinel, mencakup dua jenis bakteri yang kebal antibiotik berjenis Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae.
Pihaknya juga akan melakukan pengukuran di 56 rumah sakit di Indonesia, mencakup rumah sakit milik pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta untuk mengetahui potensi kasus resistensi antimikroba di Indonesia.
“Agar data ini dapat mewakili Indonesia, maka untuk pengukuran ESBL, pada akhir tahun 2024 akan dilakukan pengukuran pada 56 rumah sakit sentinel yang tersebar di wilayah Indonesia barat, tengah dan timur serta meliputi rumah sakit milik pemerintah, pemerintah daerah dan swasta,” terangnya, dikutip dari laman resmi Kemenkes RI.
Menurut keterangannya, fenomena AMR ini bisa berdampak pada proses pengobatan dan perawatan pasien. Apa saja dampaknya? Simak penjelasan berikut ini!
Dampak AMR terhadap pasien
Dilansir dari laman Kemenkes RI, AMR berdampak pada semakin sulitnya proses pengobatan dan perawatan pasien yang terinfeksi. Selain itu, kedua bakteri yang kebal Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae bisa mengancam nyawa setelah menyerang organ di dalam tubuh.
Lebih lanjut, dr. Azhar menyampaikan bahwa sulitnya perawatan pasien disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk pilihan obat yang terbatas dan mahal. Selain itu, proses diagnosis juga menjadi lambat dan dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk pemeriksaan dan uji kepekaan.
“Merawat pasien dengan infeksi AMR sangat sulit karena beberapa faktor. Yang pertama adalah pilihan obat terbatas. Obat yang efektif untuk pasien AMR mungkin tidak tersedia atau mahal dan patogen bisa menjadi resisten terhadap antibiotik yang ada,” terangnya.
“Kedua, penegakan diagnosis menjadi lambat. Dibutuhkan pemeriksaan kultur dan uji kepekaan dalam menegakkan diagnosis pasien infeksi lama, di mana untuk pemeriksaan tersebut memerlukan waktu sehingga, memperlambat perawatan yang tepat. Kemudian, dibutuhkan komitmen pimpinan rumah sakit untuk optimalisasi fungsi laboratorium,” lanjut dr. Azhar
Selain itu, pengobatan resistensi antimikroba sering kali memerlukan antibiotik yang memiliki efek samping yang berat atau berisiko toksisitas. Penyebaran infeksi AMR juga bisa menyebar cepat, terutama di lingkungan rumah sakit sehingga memerlukan langkah-langkah pengendalian infeksi yang ketat.
Faktor-faktor tersebut menimbulkan biaya tinggi karena perawatan AMR membutuhkan waktu yang lama (Length of Stay/Los memanjang). (*)