Suryamedia.id – Esok hari, tepatnya pada hari Minggu, (10/11/2024) diperingati sebagai Hari Pahlawan. Peringatan Hari Pahlawan ini bertujuan untuk menghormati jasa para pahlawan Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Penentuan Hari Pahlawan ini merujuk pada pertempuran di Surabaya pada 10 November 1945. Pertempuran ini melibatkan sejumlah tokoh pahlawan, termasuk Bung Tomo (Sutomo), Gubernur Suryo (Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo), Mayjen Sungkono, hingga KH Hasyim Asy’ari.
Untuk selengkapnya, berikut kami rangkum penjelasan tentang sejarah peringatan Hari Pahlawan setiap tanggal 10 November.
Sejarah Hari Pahlawan 10 November
Dilansir dari laman Direktorat Jendral Kekayaan Negara Kemenkeu, Hari Pahlawan Nasional merujuk pada puncak perlawanan rakyat Indonesia pada pertempuran Surabaya yang pecah pada 10 November 1945. Pada momen tersebut, para tentara dan milisi indonesia yang pro-kemerdekaan berperang melawan tentara Britania Raya dan Belanda.
Pertempuran di Surabaya ini berawal dari kedatangan pasukan sekutu yang berisikan tentara Inggris dan Belanda, atau dikenal NICA. Para sekutu mulai masuk ke Kota Surabaya pada 25 Oktober 1945 untuk mengamankan para tawanan perang dan melucuti senjata Jepang.
Namun, pada 27 Oktober 1945, pasukan NICA yang dipimpin oleh Brigadir Jendral Aulbertin Walter Sother Mallaby tiba-tiba memasuki wilayah Surabaya dan mendirikan pos pertahanan. Pasukan Sekutu yang didominasi tentara Inggris tersebut menyerbu penjara, kemudian membebaskan tawanan perang yang ditahan Indonesia. Mereka juga memerintahkan agar masyarakat Indonesia menyerahkan senjata mereka.
Perintah tersebut ditolak oleh pihak Indonesia, sehingga pasukan Indonesia yang dipimpin Bung Tomo menyerang pos-pos pertahanan sekutu pada 28 Oktober 1945, dan berhasil merebut tempat-tempat penting.
Meskipun terjadi gencatan senjata pada 29 Oktober, bentrokan bersenjata tetap terjadi antara masyarakat Surabaya dan tentara Inggris. Puncak dari pertempuran ini yaitu terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby pada 30 Oktober 1945 yang membuat Inggris marah.
Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai menyerang pasukan dan milisi Indonesia. Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh yang menggantikan Jenderal Mallaby mengeluarkan ultimatum berisi;
- Seluruh pemimpin Indonesia di Surabaya harus melaporkan diri.
- Seluruh senjata yang dimiliki pihak Indonesia di Surabaya harus diserahkan kepada Inggris.
- Para pemimpin Indonesia di Surabaya harus datang selambat-lambatnya tanggal 10 November 1945, pukul 06.00 pagi pada tempat yang telah ditentukan dan bersedia menandatangani pernyataan menyerah tanpa syarat.
Pihaknya juga mengancam, jika tidak menaati perintah,tentara AFNEI dan administrasi NICA mengacam untuk menggempur Kota Surabaya dari darat, laut, dan udara.
Peringatan tersebut tidak diindahkan oleh para tokoh perjuangan dan rakyat, sehingga Inggris menyerang Kota Surabaya dari berbagai arah, berujung pecahnya pertempuran terbesar di Surabaya pada 10 November 1945.
Akibat pertempuran tersebut, ribuan korban jiwa jatuh hanya dalam waktu kurang dari tiga minggu, dan banyak warga sipil turut menjadi korban. Sebanyak 20.000 rakyat Surabaya dan 1.600 tentara Inggris tewas, hilang dan luka-luka.
Beberapa tokoh yang berperan besar untuk melakukan perlawanan ini diantaranya adalah Bung Tomo, yang menginspirasi melalui penyiaran Radio Pemberontakan milik Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI). Selain itu, ada KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, serta kyai-kyai pesantren lainnya yang mengerahkan santri-santri mereka ikut dalam perlawanan.
Atas peristiwa besar tersebut, Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan dan 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan. (*)