Suryamedia.id – Setelah mencoblos surat suara di ajang Pilkada maupun Pemilu, kita diarahkan untuk mencelupkan jari ke dalam tinta warna ungu. Hal ini menandakan bahwa Anda telah menggunakan hak suara saat berlangsung pesta demokrasi.
Tak sedikit pula orang yang mengunggah foto untuk memamerkan jari dengan noda tinta selepas memilih calon pemimpin jagoannya. Hal ini bahkan menjadi tren di media sosial untuk meramaikan ajang lima tahunan tersebut.
Sebenarnya, pencelupan jari di tinta setelah menggunakan hak suara ini memiliki asal-usul dan makna tersendiri. Untuk selengkapnya, simak penjelasan berikut ini!
Bagaimana asal-usul jari dicelup tinta setelah mencoblos?
Kebiasaan jari dicelup tinta ini berawal dari pemilu di India pada tahun 1962. Ini karena banyak warga India yang menggunakan hak suaranya sebanyak dua kali pada pemilu sebelumnya di tahun 1950.
Kemudian, pemerintah mengimbau agar para pemilih mencelupkan jarinya ke dalam tinta saat pemilu ketiga pada 1962 untuk menghindari kejadian tersebut terulang lagi. Tinta tersebut menjadi tanda bahwa seseorang telah menggunakan hak suaranya.
Lantas, kebiasaan mencelupkan jari ke dalam tinta ini diikuti oleh 44 negara lain di dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, pencelupan jari pada tinta pertama kali dilakukan pada Pemilu 1999 pasca reformasi.
Selain itu, tinta yang digunakan harus memiliki daya tahan selama tiga hari. Serta, tidak mudah dihapus karena pencucian dengan keras baik menggunakan sabun, detergen, alkohol, maupun solvent lainnya. Tujuannya, pencelupan jari di tinta ini agar pemilihan kepala negara atau daerah berlangsung lancar dan adil. (*)