Suryamedia.id – Modifikasi cuaca merupakan upaya untuk merekayasa cuaca lokal atau regional. Hal ini bisa mengurangi potensi cuaca ekstrem, serta mencegah bencana alam yang mungkin terjadi karena akibat perubahan tersebut.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta juga menerapkan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau rekayasa cuaca saat berlangsungnya Pilkada Jakarta selam periode 26-28 November 2024.
TMC tersebut menjadi mitigasi cuaca buruk dengan mengurangi curah hujan tinggi yang berpotensi memicu banjir di wilayah strategis dan area pemungutan suara.
“Program ini juga bertujuan mengatasi dampak hujan dari 13 aliran sungai yang melintas di DKI Jakarta, yang sebagian besar dipengaruhi oleh kondisi cuaca di Provinsi Banten dan Jawa Barat,” kata Kepala Pelaksana BPBD Provinsi DKI Jakarta, Isnawa Adji, dikutip dari ANTARA.
Rekayasa cuaca ini merupakan hasil koordinasi antara BPBD, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) serta berbagai pihak terkait.
Lantas, sebenarnya apa yang dimaksud dengan modifikasi cuaca atau rekayasa cuaca tersebut? Simak penjelasan selengkapnya berikut ini!
Apa itu rekayasa cuaca?
Modifikasi atau rekayasa cuaca (wheather modification) mengacu pada berbagai teknik yang bertujuan untuk mengubah cuaca lokal atau regional dan pola curah hujan tanpa mengubah iklim secara lebih luas.
Metode ini sering kali melibatkan penyemaian awan dengan partikel perak iodida (silver iodide/AgI) atau bahan kimia lain untuk menurunkan hujan atau salju. Selain itu, cara lainnya juga bisa digunakan untuk meredakan badai maupun hujan deras, dikutip dari Geoengineering Monitor.
Rekayasa Cuaca atau Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) merupakan upaya untuk mengubah tingkat curah hujan yang turun secara alami dengan mengubah prosesnya secara fisika di dalam awan. Artinya, rekayasa cuaca sifatnya mengubah bukan menghentikan.
Bagaimana proses rekayasa cuaca?
Dilansir dari Refactory, Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) mengurangi intensitas curah hujan yang cukup tinggi di wilayah tertentu dengan menebar Natrium Klorida atau dikenal dengan nama garam dapur. Setidaknya dibutuhkan berton-ton garam dapur disebar di awan di ketinggian dan lokasi tertentu.
Garam dapur dapat mengikat air di awan dalam proses kondensasi. Setelah dua jam proses selesai, dan memprediksi arah angin yang membawa awan tersebut, maka hujan bisa diturunkan lebih cepat di wilayah yang diinginkan. Sementara itu, di lokasi tertentu yang awalnya berpotensi hujan, bisa dikurangi intensitasnya.
Perubahan cuaca ini biasanya bersifat terlokalisasi, dan dampaknya terjadi dalam skala yang berkisar dari 1 km² hingga 10.000 km².
Rekayasa cuaca dapat digunakan untuk mengurangi dampak bencana alam seperti banjir, kekeringan, dan badai. Meski banyak manfaatnya, praktek ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah adanya dampak jangka panjang yang tak diinginkan. (*)